Sunday 19 May 2013

Mitos Promise Land (Tanah yang Dijanjikan)


Tanah yang dijanjikan (The Promised Land) adalah isu utama yang digunakan sebagai dalih dalam menggalang gerakan Zionisme dan menegakkan Negara Yahudi (The Jewish State) yang digagas oleh Theodore Herzl. Isu inilah yang kemudian dijadikan alasan untuk mengagresi tanah Palestina, mengusir warganya, dan melakukan pembantaian demi pembantaian hingga detik ini.

Kebohongan semacam inilah yang seringkali dijadikan alat oleh Israel untuk mempengaruhi negara-negara di dunia agar mereka mau memaklumi aksi Israel tersebut, sebagaimana kebohongan tragedi holocaust yang penuh manipulasi itu.
Kebohongan besar tentang "tanah yang dijanjikan" (The Promised Land) ini mereka mulai dengan memanipulasi kisah (Nabi) Ibrahim dalam Injil (Bible). Dari istrinya yang bernama Siti Sarah, Nabi Ibrahim mempunyai anak yang bernama (Nabi) Ishak (Kejadian 21: 3). Kemudian (Nabi) Ishak mempunyai anak, namanya (Nabi) Yakub (Kejadian 25:26). (Nabi) Yakub itu mempunyai julukan Israel (Kejadian 32:28). Adapun anak-anak lelaki (Nabi) Yakub jumlahnya 12 orang yaitu : Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Isakhar, Zebulon, Yusuf, Benyamin, Dan, Naftali, Gad, dan Asyer. Keduabelas anak (Nabi) Yakub ini kemudian berkembang biak semakin banyak dan disebut kaum Bani Israel. Dari 12 anak Bani Israel ini yang paling banyak keturunannya yaitu Yehuda yang kemudian disebut kaum Yahudi.
Nabi Ibrahim lahir di kota Ur (wilayah Irak). Dari kota Ur, (Nabi) Ibrahim diperintah Allah untuk hijrah ke Kanaan atau Filistin (Kejadian 12:1). Kemudian dari Kanaan, lalu Ibrahim pergi ke Mesir (Kejadian 12:10). Dari Mesir, (Nabi) Ibrahim kembali lagi ke Kanaan (Kejadian 13:12). Kemudian dari Kanaan, (Nabi) Ibrahim dan isterinya yang bernama Hajar serta Ismail putranya (bapaknya bangsa Arab) pergi ke Mekkah atau Bakkah (Saudi Arabia).
Bagaimana dengan” tanah yang dijanjikan” dalam Injil ? Inilah dalilnya : Pada hari itulah Tuhan mengadakan perjanjian dengan Abram (Nabi Ibrahim) serta berfirman : ”Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat : yakni tanah orang Keni, orang Kenas, orang Kadmon, orang Het, orang Feris, orang Refaim, orang Amori, orang Kanaan, orang Girgasi dan orang Yebus itu” (Kejadian 15:18-21). Tanah yang dijanjikan dalam Injil Perjanjian Lama Bab Kejadian Pasal 15 ayat 18-21 tersebut sekarang ini meliputi wilayah negeri Mesir, Arab Saudi, Yordania, Palestina, Syria, dan Irak.

Namun di ayat lain hanya menyebutkan Kanaan (Filistin). Ini dalilnya : ”Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, ... Kepadamu dan kepada keturunanmu akan Kuberikan negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya; dan Aku akan menjadi Allah mereka” (Kejadian 17:7-8).
Pertanyaan-pertanyaan yang timbul tentang masalah ini kemudian adalah : Tanah antara Sungai Mesir sampai Sungai Efrat diwariskan kepada keturunan Ibrahim yang mana? Tanah Kanaan (Filistin) diwariskan kepada keturunan Ibrahim yang mana? Apakah tanah tersebut hanya diwariskan kepada anak keturunan Yehuda (kaum Yahudi) saja?
Nabi Ibrahim adalah bapak sejumlah besar bangsa dan beranak cucu sangat banyak. Dalilnya : ”Lalu sujudlah Abram, dan Allah berfirman kepadanya : ”Dari pihakKu, inilah perjanjianKu dengan engkau : Engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abraham, karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Aku akan membuat engkau beranak cucu sangat banyak; engkau akan Kubuat menjadi bangsa-bangsa, dan dari padamu akan berasal raja-raja” (Kejadian 17:3-6).
Sedangkan Sejarah “tanah yang dijanjikan” itu dalam kacamata Islam adalah sebagai berikut :
Pada periode tahun 1200 SM – 1100 SM, Nabi Musa as memimpin bangsa Israel meninggalkan Mesir, mengembara di gurun Sinai menuju “tanah yang dijanjikan”, asalkan mereka taat kepada Allah Swt – dikenal dengan cerita Nabi Musa as membelah laut ketika bersama dengan bangsa Israel dikejar-kejar oleh tentara Mesir menyeberangi Laut Merah.
Allah SWT berkehendak melengkapi rahmat-Nya bagi Bani Israel, oleh karena itu Musa as berkata kepada mereka : “Wahai kaumku, masuklah ke tanah suci (Filistin) yang telah ditentukan Allah bagimu.” (QS. al-Maidah: 21). Namun saat mereka diperintah untuk memasuki tanah Filistin (Palestina), mereka membandel dan berkata : “Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar dari sana. Jika mereka telah ke luar dari situ, pasti kami akan memasukinya.” (QS. al-Maidah: 22).
Hanya dua orang –dari ribuan orang Bani Israel– yang bersedia bangkit dan berkata : “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. al-Maidah: 23).
Namun mayoritas Bani Israel –yang pengecut itu– berkata pada Musa as : “Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.” (QS. al-Maidah: 24).
Lagi-lagi Bani Israel mengingkari utusan Allah, yaitu Musa as. Allah SWT ingin agar Bani Israel membebaskan Tanah Suci, agar penduduknya hanya menyembah Dia. Tetapi Bani Israel lebih menyukai hidup enak. Mereka ingin memperoleh segala sesuatu melalui mukjizat. Musa as menjadi sedih, maka ia pun menengadah ke langit dan berkata : “Wahai Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu.” (QS. al-Maidah: 25). Karenanya, Allah SWT pun murka kepada Bani Israel, karena telah menyakiti dan tak mematuhi perintah Musa as.
Akhirnya Allah SWT mengazab Bani Israel dalam bentuk keterasingan mereka di alam liar gurun pasir Sinai selama empat puluh tahun. Mereka hidup di tempat-tempat berbeda di gurun pasir tersebut selama masa itu. Dengan demikian, jelaslah bahwa isu “tanah yang dijanjikan” tersebut telah selesai dan berakhir, dikarenakan penolakan dan pengingkaran kaum Yahudi sendiri.
Sampai kemudian, pada periode tahun 1000 SM – 922 SM, Nabi Daud as (anak Nabi Musa as) mengalahkan Goliath (Jalut) dari Filistin. Filistin berhasil direbut dan Daud dijadikan raja. Wilayah kerajaannya membentang dari tepi sungai Nil hingga sungai Efrat di Iraq. Sekarang ini Yahudi tetap memimpikan kembali kebesaran Israel Raya (Eretz Yisrael) seperti yang dipimpin raja Daud. Bendera Israel adalah dua garis biru (sungai Nil dan Eufrat) dan Bintang Daud.
Kepemimpinan Daud as diteruskan oleh anaknya Nabi Sulaiman as. Sepeninggal Sulaiman as (922 SM – 800 SM), Israel dilanda perang saudara yang berlarut-larut, hingga akhirnya kerajaan itu terbelah menjadi dua, yakni bagian Utara bernama Israel beribukota Samaria dan Selatan bernama Yehuda beribukota Yerusalem.
Karena kerajaan Israel sudah terlalu durhaka kepada Allah Swt maka kerajaan tersebut dihancurkan oleh Allah Swt melalui penyerangan kerajaan Asyiria (800 SM – 600 SM). “Sesungguhnya Kami telah mengambil kembali perjanjian dari Bani Israil, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diingini hawa nafsu mereka, maka sebagian rasul-rasul itu mereka dustakan atau mereka bunuh.” (QS 5:70). Hal ini juga bisa dibaca di Injil pada Kitab Raja-raja ke-1 14:15 dan Kitab Raja-raja ke-2 17:18.
Sementara kerajaan Yehuda dihancurkan lewat tangan Nebukadnezar dari Babylonia (600 SM – 500 SM). Dalam Injil Kitab Raja-raja ke-2 23:27 dinyatakan bahwa mereka tidak mempunyai hak lagi atas Yerusalem. Mereka diusir dari Yerusalem dan dipenjara di Babylonia.
Pada periode tahun 500 SM – 400 SM, Cyrus dari Persia meruntuhkan Babylonia dan mengijinkan bangsa Israel kembali ke Yerusalem. Pada periode tahun 330 SM – 322 SM, Israel diduduki Alexander The Great dari Macedonia (Yunani). Ia melakukan hellenisasi terhadap bangsa-bangsa taklukannya. Bahasa Yunani menjadi bahasa resmi Israel, sehingga nantinya Injil pun ditulis dalam bahasa Yunani dan bukan dalam bahasa Ibrani.
Pada periode tahun 300 SM – 190 SM, Yunani dikalahkan Romawi. Maka Filistin pun dikuasai imperium Romawi. Pada periode tahun 1 – 100 M, Nabi Isa as/Yesus lahir, kemudian menjadi pemimpin gerakan melawan penguasa Romawi. Namun selain dianggap subversi oleh penguasa Romawi (dengan ancaman hukuman tertinggi yakni dihukum mati di kayu salib), ajaran Yesus sendiri ditolak oleh para Rabbi Yahudi. Setelah Isa tiada, bangsa Yahudi justru memberontak terhadap Romawi.
Pada periode tahun 100 – 300, pemberontakan berulang. Akibatnya Filistin dihancurkan dan dijadikan area bebas Yahudi. Mereka dideportasi keluar Filistin dan terdiaspora ke segala penjuru imperium Romawi. Namun demikian tetap ada sejumlah kecil pemeluk Yahudi yang tetap bertahan di Filistin. Dengan masuknya Islam kemudian, serta dipakainya bahasa Arab di dalam kehidupan sehari-hari, mereka lambat laun terarabisasi atau bahkan masuk Islam.
Kenyataan historis tersebut semakin dipertegas oleh pernyataan kelompok Yahudi yang tergabung dalam organisasi Neturei Karta, sebuah organisasi yang menentang keras gerakan Zionisme. Mereka menyebut diri mereka sebagai kelompok Yahudi Judaisme, untuk membedakan dengan kelompok Yahudi Zionisme.
Mereka menyatakan : “Judaisme merupakan keyakinan yang berazaskan pada wahyu di Sinai. Keyakinan ini meyakini bahwa pengasingan adalah hukuman bagi kaum Yahudi dikarenakan dosa-dosa mereka. Sedangkan Zionisme telah lebih dari seabad menolak wahyu di Sinai. Keyakinan ini menyatakan bahwa pengasingan kaum Yahudi dapat diakhiri melalui agresi militer. Zionisme telah merampas hak warga Palestina. Mengabaikan tuntutan mereka, dan menjadikan mereka target penganiayaan, penyiksaan, dan pembunuhan. Kaum Yahudi Taurat di dunia terkejut dan terlukai dengan dogma irreligius dan kejam ini.
Ribuan ulama dan pendeta Taurat telah mengutuk gerakan tersebut. Mereka tahu bahwa hubungan baik kaum Yahudi dan Muslimin sebelumnya di Tanah Suci (Palestina) telah terlukai oleh gerakan Zionisme. Negara Israel, yang disangsikan itu, berdiri menentang Taurat. Karena itu, Neturei Karta berada di garis depan perang melawan Zionisme selama lebih dari seabad. Kehadiran mereka adalah untuk menolak kebohongan dan kejahatan, yaitu Zionisme, yang sedikit banyak mengatasnamakan orang-orang Yahudi. Berdasarkan keyakinan Yahudi dan hukum Taurat, kaum Yahudi terlarang untuk memiliki negara sendiri, sementara menunggu datangnya sang Messiah.”
Kontroversi negeri Israel Raya (Eretz Yisrael) ini menjadi bahan perdebatan yang luas di dunia dan masing-masing pihak menunjukkan argumentasinya. Prof. Roger Garaudy, seorang ilmuwan Perancis, menyatakan bahwa isu “tanah yang dijanjikan” versi Israel tersebut merupakan mitos. Sehingga, yang sebenarnya terjadi adalah “tanah yang ditaklukkan” (the conquered land), bukan “tanah yang dijanjikan” (the promised land).
Dengan demikian, isu “tanah yang dijanjikan” yang digunakan oleh Israel sebagai dalih pendudukan atas Palestina sebenarnya bukan merupakan ajaran Taurat, bukan pula ajaran Injil, melainkan ajaran Zionisme. Dan memang kenyataannya kaum Zionis tidak berpedoman pada Taurat. Mereka lebih berpegang pada kitab suci lain yang bernama Talmud.
Kelahiran Zionisme sendiri terjadi pada tahun, 1897, ketika Theodore Herzl menggelar kongres Zionis sedunia di Basel Swiss. Peserta Kongres I Zionis mengeluarkan resolusi, bahwa umat Yahudi tidaklah sekedar umat beragama, namun adalah bangsa dengan tekad bulat untuk hidup secara berbangsa dan bernegara. Dalam resolusi itu, kaum zionis menuntut tanah air bagi umat Yahudi – walaupun secara rahasia – pada “tanah yang bersejarah bagi mereka”.
Di kongres itu, Herzl menyebut, Zionisme adalah jawaban bagi “diskriminasi dan penindasan” atas umat Yahudi yang telah berlangsung ratusan tahun. Pergerakan ini mengaskan kembali bahwa nasib umat Yahudi hanya bisa diselesaikan di tangan umat Yahudi sendiri. Di depan kongres, Herzl berkata, “Dalam 50 tahun akan ada negara Yahudi !”
Pada tahun 1916, Perjanjian rahasia Sykes – Picot oleh sekutu (Inggris, Perancis, Rusia) dibuat saat meletusnya Perang Dunia (PD) I, untuk mencengkeram wilayah-wilayah Arab dan Khalifah Utsmaniyah dan membagi-baginya di antara mereka. PD I berakhir dengan kemenangan sekutu, Inggris mendapat kontrol atas Palestina. Di PD I ini, Yahudi Jerman berkomplot dengan Sekutu untuk tujuan mereka sendiri (memiliki pengaruh atau kekuasaan yang lebih besar).
Pada tahun 1917, Menlu Inggris keturunan Yahudi, Arthur James Balfour, dalam deklarasi Balfour memberitahu pemimpin Zionis Inggris, Lord Rothschild, bahwa Inggris akan memperkokoh pemukiman Yahudi di Palestina dalam membantu pembentukan tanah air Yahudi. Lima tahun kemudian Liga Bangsa-bangsa (cikal bakal PBB) memberi mandat kepada Inggris untuk menguasai Palestina.
Pada tahun 1938, Nazi Jerman menganggap bahwa pengkhianatan Yahudi Jerman adalah biang keladi kekalahan mereka pada PD I yang telah menghancurkan ekonomi Jerman. Maka mereka perlu “penyelesaian terakhir” (endivsung). Ratusan ribu keturunan Yahudi dikirim ke kamp konsentrasi atau lari ke luar negeri (terutama ke AS). Sebenarnya ada etnis lain serta kaum intelektual yang berbeda politik dengan Nazi yang bernasib sama, namun setelah PD II Yahudi lebih berhasil menjual “cerita”-nya karena menguasai banyak surat kabar atau kantor-kantor berita di dunia.
Pada tahun 1944, Partai buruh Inggris yang sedang berkuasa secara terbuka memaparkan politik “membiarkan orang-orang Yahudi terus masuk ke Palestina, jika mereka ingin jadi mayoritas. Masuknya mereka akan mendorong keluarnya pribumi Arab dari sana.” Kondisi Palestina pun memanas, terutama ketika pada tahun 1947 PBB merekomendasikan pemecahan Palestina menjadi dua negara : Arab dan Israel.
Pada tanggal 14 Mei 1948, Sehari sebelum habisnya perwalian Inggris di Palestina, para pemukim Yahudi memproklamirkan kemerdekaan negara Israel. Mereka melakukan agresi bersenjata terhadap rakyat Palestina yang masih lemah, hingga jutaan dari mereka terpaksa mengungsi ke Libanon, Yordania, Syria, Mesir dan lain-lain. Palestina Refugees menjadi tema dunia. Namun mereka menolak eksistensi Palestina dan menganggap mereka telah memajukan areal yang semula kosong dan terbelakang. Timbullah perang antara Israel dan negara-negara Arab tetangganya. Namun karena para pemimpin Arab sebenarnya ada di bawah pengaruh Inggris – lihat Imperialisme Perancis dan Inggris di tanah Arab sejak tahun 1798 – maka Israel mudah merebut daerah Arab Palestina yang telah ditetapkan PBB.

Artikel Terkait

0 comments

Post a Comment

Cancel Reply