Sunday 16 February 2014

Setidaknya Binatang Lebih baik dari #Gay

Liwath atau gay termasuk dari dosa yang paling keji dan paling jelek karena perbuatan ini menunjukkan akan penyimpangan pada fitrah, kerusakan pada akal, dan keganjilan dalam jiwa. Adapun definisi Liwath adalah seorang lelaki menikahi lelaki lain atau seorang pria menyetubuhi pria lain, sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa ta’ala tentang kaum Nabi Luth ‘alaihissalam :

”Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Asy-Syu’ara [26]:165-166)

Dinamakan Liwath karena penisbahan kepada kaum Nabi Luth ‘alaihissalam. Perbuatan keji ini dilakukan oleh mereka. Perbuatan ini tidaklah diperbuat, kecuali oleh orang yang ”buta matanya”, “hitam hatinya”, dan ”terbalik fitrahnya”, yaitu fitrah yang diberikan Allah Subhaanahu wa ta’ala kepada manusia. Adapun perumpamaannya seperti seseorang yang diberikan rezeki oleh Allah Subhaanahu wa ta’ala berupa daging yang baik, masak, dan lezat. Lalu, ia berpaling dari daging tersebut dan mencari daging yang mentah, bau, dan busuk kemudian ia makan dari daging itu. Ia meridhai dirinya menyelam dalam keadaan-keadaan yang kotor, menjijikan, bau tahi, dan sejelek-jelek najis.

Tentunya ini merupakan fitrah yang terbalik, tabiat yang menyimpang, dan jiwa yang buruk lagi keji. Sesungguhnya orang yang melakukan perbuatan kaum Luth yang hina ini akan mendapatkan kerusakan-kerusakan yang tidak terbatas dan tidak bisa dihitung.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

“وَلأَنْ يُقْتَلَ الْمَفْعُوْلُ بِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يُؤْتِيَ (يُلاحَطُ بِهِ) فَإِنَّهُ يُفْسِدُ فَسَادًا لا يُرْجَى لَهُ بَعْدَهُ صَلاَحٌ أَبَدًا، وَيَذْهَبُ خَيْرُهُ كُلُّهُ، وَتَمُصُّ الأَرْضُ مَاءَ الْحَيَاءِ مِنْ وَجْهِه،ِ فَلا يَسْتَحْيِ بَعْدَ ذَلِكَ لا مِنَ اللهِ وَلا مِنْ خَلْقِهِ وَتَعْمَلُ فِى قَلْبِهِ وَرُوْحِهِ نُطْفَةُ الْفَاعِلِ مَا يَعْمَلُ السَّمُّ فِى الْبَدَنِ”… إنتهى.

“Lebih baik pelakunya dibunuh daripada diusir. Sesungguhnya ia membuat suatu kerusakan yang tidak bisa diharapkan setelahnya ada perbaikan selama-lamanya, hilanglah semua kebaikannya, bumi mengisap air rasa malu dari wajahnya. Setelah itu, ia tidak merasa malu kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala dan kepada makhluk-makhluk-Nya sehingga kejelekan pelakunya menjalar di dalam hati dan ruhnya lebih dari menjalarnya racun dalam tubuh.” Selesai.

Para ulama telah mengatakan bahwa ia (orang yang dilakukan perbuatan kaum Luth kepadanya) lebih jelek dari anak yang dihasilkan oleh zina. Ia lebih kotor dan lebih buruk. Ia tidak pantas untuk mendapatkan kebaikan, akan terhalang antara kebaikan dengan dirinya. Setiap kali ia melakukan kebaikan, Allah Subhaanahu wa ta’ala akan mendatangkan baginya sesuatu yang dapat merusak kebaikannya tersebut. Ia tidak akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat, amalan shalih, dan tidak pula taubat nasuha (yang sebenar-benarnya), kecuali jika Allah Subhaanahu wa ta’ala menghendaki sesuatu kepadanya.

Besarnya Kejelekan, Kekejian, dan Kengerian Perbuatan Liwath (Gay)

Perbuatan dosa ini merupakan malapetaka yang berada di puncak kejelekan dan kekejian. Perbuatan ini tidak disukai, bahkan oleh binatang-binatang sekalipun. Kita hampir tidak menemukan ada seekor hewan jantan menyetubuhi hewan jantan lainnya. Namun ternyata, penyimpangan ini terjadi di kalangan manusia yang mana akal-akal mereka rusak, yaitu ketika mereka sudi menjadi pelayan untuk perbuatan ini yang berakibat munculnya kerusakan dan merebaknya bencana serta hilangnya rasa malu.

Besarnya kekejian dan kengerian perbuatan Liwath (homoseks) sangat jelas. Allah Subhaanahu wa ta’ala menyebut zina dengan faahisyah (فَاحِشَةٌ) dan menyebut Liwath dengan Al-Faahisyah (اَلْفَاحِشَةُ) . Perbedaan di antara keduanya begitu besar. Adapun kata faahisyah (فَاحِشَةٌ) dengan tanpa memakai huruf alif dan laam ( اَلْ ) adalah bentuk nakirah yang maknanya: zina merupakan satu perbuatan keji dari berbagai perbuatan-perbuatan yang keji. Dan, ketika masuk pada kata tersebut huruf alif dan laam ( اَلْ ) yaitu Al-Faahisyah (اَلْفَاحِشَةُ) maka ini adalah bentuk ma’rifah, yang mencakup semua nama dari perbuatan yang keji. Oleh karena itu, perbuatan ini disebut dengan setiap nama yang sifatnya jelek. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman:

“(Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?” (QS. Al-A’raf [7]: 80)

Maksudnya adalah “kalian mendatangi” suatu perangai yang masing-masing manusia telah mengakui kekejian dan kekotorannya.

Kemudian, Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman tentang zina,



”Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra [17]: 32)

Maka jelaslah bahwasanya zina merupakan salah satu macam dari perbuatan-perbuatan keji. Adapun Liwath adalah perbuatan keji yang padanya terkumpul berbagai kejelekan. Mungkin juga dikatakan bahwa pelaku zina adalah lelaki dan wanita yang terjadi penyimpangan tabiat fitrah di antara keduanya, lalu datanglah Islam untuk memperbaiki penyimpangan ini dan menghukuminya dengan batas-batas syariat serta jalan keluar yang hakiki, dengan menghalalkan nikah dan mengharamkan zina. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman,

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Mukminun [23]: 5-7)

Hubungan apa pun antara lelaki dan wanita yang keluar dari batasan ini maka itulah zina. Jadi, hubungan antara lelaki dan wanita merupakan seruan fitrah di antara keduanya. Adapun penyalurannya bisa kepada yang halal atau bisa juga kepada yang haram.


Beda halnya dengan apa yang terjadi antara lelaki dengan lelaki, pria dengan pria maka hal seperti ini tidak ada pada fitrah dan Islam tidak menghalalkan sesuatu apa pun darinya. Sesungguhnya perbuatan tersebut di luar fitrah dan tidak pula di sana ada tabiat yang mana seorang lelaki condong kepada lelaki lain. Dan jika terjadi sesuatu dari perkara ini itu berarti telah melampaui batas-batas hukum dan batas-batas tabiat kemanusiaan, bahkan telah melampaui hukum Allah Subhaanahu wa ta’ala yang Mahatunggal:

“Yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?” (QS. Al-A’raf [7]: 80)

Sesuatu yang menakutkan dari perbuatan keji tersebut adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunya dari Mujahid,

” أَنَّ الَّذِيْ يَعْمَلُ ذَلِكَ الْعَمَلَ لَوِ اغْتَسَلَ بِكُلِّ قُطْرَةٍ مِنَ السَّمَاءِ وَكُلِّ قُطْرَةٍ مِنَ الأَرْضِ لَمْ يَزِلْ نَجَساً “

“Sesungguhnya seseorang yang melakukan perbuatan tersebut, seandainya ia mandi dengan setiap tetesan dari langit dan setiap tetesan dari bumi, tetap saja najisnya tidak hilang.”

Dan dari Al-Fudhail bin Iyadh, ia berkata,

” لَوْ أَنَّ لُوْطِيًّا اِغْتَسَلَ بِكُلِّ قُطْرَةٍ نَزَلَتْ مِنَ السَّمَاءِ لَقِيَ اللهَ غَيْرَ طَاهِرٍ “

“Walaupun seorang pelaku Liwath mandi dengan setiap tetesan dari langit, sungguh ia akan menghadap kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala dalam keadaan tidak suci.”



Sanad hadits ini hasan, adapun maknanya adalah bahwasanya air tidak dapat menghilangkan sebuah dosa yang amat besar, yang menjauhkan pelakunya dari Rabbnya Subhaanahu wa ta’ala. Intinya, betapa menakutkan perbuatan keji tersebut.

Artikel Terkait

0 comments

Post a Comment

Cancel Reply