Sunday 16 February 2014

Gay...Anal sex kok dilarang?

Homoseksual (liwath) dan SODOMI (ANAL SEX)
akhir-akhir ini semakin banyak terjadi di Indonesia.Homoseks ala kaum gay ini merupakan perbuatan asusila yang sangat terkutuk dan menunjukkan pelakunya seorang yang mengalami penyimpangan psikologis dan tidak normal. Allah Subhaanahu wa ta’ala tidak pernah menguji dengan ujian yang seberat ini kepada siapa pun umat di muka bumi ini selain umatNabi Luth ‘alaihissalam. Dia memberikan siksaan kepada mereka dengan siksaan yang belum pernah dirasakan oleh umat mana pun. Hal ini terlihat dari beraneka ragamnya adzab yang menimpa mereka, mulai dari kebinasaan, dibolak-balikkannya tempat tinggal mereka, dijerembabkan nya mereka ke dalam perut bumi dan dihujani bebatuan dari langit. Ini tak lain karena demikian besarnya dosa perbuatan tersebut.

Setidaknya, ada tiga hukuman berat terhadap pelaku homoseksual:(1). Pertama; Dibunuh. (2). Ke-dua; Dibakar. (3). Ke-tiga; Dilempar dengan batu setelah dijatuhkan dari tempat yang tinggi.

‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ia (pelaku gay) dinaikkan ke atas bangunan yang paling tinggi di satu kampung, kemudian dilemparkan darinya dengan posisi pundak di bawah, lalu dilempari dengan bebatuan.”

Berikut Keterangan Ulama Ahlussunnah mengenai Homoseks dan gay tersebut, kami sertakan juga mengenai Fatwa hukum Anal Sex yang dilakukan terhadap istri.
Hukuman dan Siksaan Setiap Pelaku Liwath Setelah Kaum Luth

Dinukil oleh Ibnul Qayyim bahwa para shahabat Rasulullah bersepakat agar pelaku gay dibunuh, tidak ada dua orang pun dari mereka yang berselisih tentangnya.Hanya saja mereka berselisih tentang cara membunuhnya.


Sebagian Hanabilah menukil ijma’ (kesepakatan) para shahabat bahwa hukuman bagi pelaku gay dibunuh. Mereka berdalil dengan hadits:


“مَنْ وَجَدْتُمُوْهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمَ لُوْطٍ فَاقْتُلُوْا الْفَاعِلَ وَ الْمَفْعُوْلَ بِهِ”


“Siapa saja di antara kalian mendapati seseorang yang melakukan perbuatan kaum Luth maka bunuhlah pelakunya beserta pasangannya.“

Hadits ini diriwayatkan oleh Ahlus Sunan dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan lainnya. Imam Ahmad berpendapat dengannya dan sanad hadits ini sesuai dengan syarat dua Syaikh (Al-Bukhari dan Muslim).

Mereka juga berdalil dengan apa yang diriwayatkan dari Ali bahwasanya beliau merajam orang yang melakukan perbuatan ini.

Al-Imam Asy-Syafi’i berkata,


” وَبِهَذَا نَأْخُذُ بِرَجْمِ مَنْ يَعْمَلُ هَذَا الْعَمَلَ مُحْصَنًا كَانَ أَوْ غَيْرَ مُحْصَنٍ “


“Maka dengan (dalil) ini, kami menghukum orang yang melakukan perbuatan gay dengan rajam, baik ia seorang yang sudah menikah maupun belum.“

Begitu juga dengan riwayat dari Khalid bin Al-Walid bahwa beliau mendapati di sebagian daerah Arab, seorang lelaki yang disetubuhi sebagaimana disetubuhinya seorang wanita. Lalu, beliau menulis (surat) kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq tentangnya, kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq meminta nasihat kepada para shahabat. Maka yang paling keras perkataannya dari mereka ialah Ali bin Abi Thalib yang berkata,


” مَا فَعَلَ هَذَا إِلاَّ أُمَّةٌ وَاحِدَةٌ مِنَ الأُمَمِ، وَقَدْ عَلِمْتُمْ مَا فَعَلَ اللهُ بِهَا، أَرَى أَنْ يُحْرَقَ بِالنَّارِ “


“Tidaklah ada satu umat pun dari umat-umat (terdahulu) yang melakukan perbuataan ini, kecuali hanya satu umat (yaitu kaum Luth) dan sungguh kalian telah mengetahui apa yang Allah Subhaanahu wa ta’ala perbuat atas mereka, aku berpendapat agar ia dibakar dengan api.”


Lalu, Abu Bakar menulis kepada Khalid, kemudian Khalid pun membakar lelaki itu.


Abdullah bin Abbas berkata,


” يُنْظَرُ إِلَى أَعْلَى بِنَاءٍ فِي الْقَرْيَةِ، فَيُرْمَى اللُّوْطِيُّ مِنْهُ مُنَكِّبًا، ثُمَّ يُتَّبَعُ بِالْحِجَارَةِ “


“Ia (pelaku gay) dinaikkan ke atas bangunan yang paling tinggi di satu kampung, kemudian dilemparkan darinya dengan posisi pundak di bawah, lalu dilempari dengan bebatuan.”


Abdullah bin Abbas mengambil hukuman seperti ini dari hukuman yang AllahSubhaanahu wa ta’ala timpakan kepada kaum Luth dan Abdullah bin Abbaslah yang meriwayatkan sabda Nabi ` ,


“مَنْ وَجَدْتُمُوْهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمَ لُوْطٍ فَاقْتُلُوْا الْفَاعِلَ وَ الْمَفْعُوْلَ بِهِ”


“Siapa saja di antara kalian mendapati seseorang yang melakukan perbuatan kaum Luth maka bunuhlah pelakunya beserta pasangannya.“


Kesimpulannya adalah ada yang berpendapat dibakar dengan api, ada yang berpendapat dirajam dengan bebatuan, ada yang berpendapat dilemparkan dari tempat yang sangat tinggi, lalu dilempari dengan bebatuan, ada yang berpendapat dipenggal lehernya, sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib, dan ada juga yang berpendapat ditimpakan (diruntuhkan) tembok kepadanya. Adapun Al-Allamah Asy-Syaukani menguatkan pendapat agar pelaku Liwath dibunuh dan beliau melemahkan pendapat-pendapat selain itu. Sesungguhnya mereka menyebutkan masing-masing cara pembunuhan bagi pelaku gay karena Allah Subhaanahu wa ta’ala telah mengazab kaum Luth dengan semua itu.


”Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan) dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim. (QS. Hud [11]: 82-83)


Yang dimaksud dengan kata مَنْضُوْدٍ (bertubi-tubi) ialah saling mengikuti, yang satu dengan yang lain saling mengikuti bagaikan hujan. sedangkan kata مُسَوَّمَةً (diberi tanda) maksudnya ialah memiliki ciri yang tidak menyerupai batu-batu di dunia atau ditandai dengan nama orang yang berhak dilempar dengannya. Hukuman itu sesuai dengan perbuatan dosa yang keji dan buruk, silahkan pelaku gay memilih dari hukuman yang bermacam-macam tersebut sekehendaknya. Kemudian setelah kematiannya, ia tidak tahu apa yang akan AllahSubhaanahu wa ta’ala perbuat terhadapnya. Sungguh telah datang (kabar) bahwa:


“أَرْبَعَةٌ يُصْبِحُونَ فِي غَضِبِ اللَّهِ ويُمْسُونَ فِي سَخِطَ اللَّهِ”، قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ : “وَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟” قَالَ:”الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ، وَالَّذِي يَأْتِي الْبَهِيمَةَ، وَالَّذِي يَأْتِي الرِّجَالَ”


“Ada empat golongan yang di pagi hari mereka berada dalam kemarahan AllahSubhaanahu wa ta’ala dan di sore hari mereka berada dalam kemurkaan-Nya.” Abu Hurairah berkata: “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?” Beliau ` menjawab: “Para lelaki yang menyerupai wanita, para wanita yang menyerupai lelaki, orang yang menyetubuhi binatang, dan lelaki yang menyetubuhi lelaki.”

 * * *
Hukum ANAL SEX

Soal: Apa hukum mendatangi istri di duburnya (belakang) atau mendatanginya dalam keadaan haidh atau nifas?


Jawab: Tidak boleh menggauli istri di duburnya atau dalam keadaan haidh dan nifas. Bahkan yang demikian itu termasuk dari dosa-dosa besar berdasarkan firman Allah Ta’ala (artinya):


وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُواْ حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُواْ لأَنفُسِكُمْ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّكُم مُّلاَقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ


“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah “Haidh itu adalah kotoran.” Maka jauhilah diri kalian dari wanita ketika haidh. Dan janganlah kalian mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka sudah suci, maka datangilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri. Isteri-isteri kalian adalah (seperti) ladang (tempat bercocok tanam) bagi kalian. Maka datangilah ladang kalian bagaimanasaja kalian kehendaki.” (Al Baqarah 222-223)


Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan pada ayat ini wajibnya menjauhkan diri dari wanita ketika dalam keadaan haidh dan melarang untuk mendekati mereka sampai mereka dalam keadaan suci. Yang demikian itu menunjukkan atas pengharaman untuk menggauli mereka ketika dalam keadaan haidh dan seperti itu juga nifas. Dan jika mereka sudah bersuci dengan cara mandi, boleh bagi suami untuk mendatanginya di tempat yang diperintahkan Allah, yaitu mendatanginya dari arah depan (qubul), tempat “bercocok tanam”


Adapun dubur, adalah tempat kotoran dan bukan tempat bercocok tanam. Maka tidak boleh menggauli isteri di duburnya bahkan yang demikian itu termasuk salah satu dosa-dosa besar dan merupakan maksiat yang maklum dari syari’at yang suci ini. Abu Daud dan An Nasa’i telah meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda (artinya):


مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى امْرَأَتَهُ فِى دُبُرِهَا


“Terlaknatlah siapa saja yang mendatangi perempuan di duburnya”


At Tirmidzy dan An Nasa’i meriyawatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),


لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى رَجُلٍ أَتَى رَجُلاً أَوِ امْرَأَةً فِى الدُّبُرِ


“Allah tidak akan melihat kepada seseorang yang mendatangi laki-laki atau perempuan di duburnya.” Sanad hadits ini shohih.


Mendatangi isteri di duburnya adalah bentuk liwath (sodomi) yang diharamkan kepada laki-laki dan perempuan semuanya. Berdasarkan firman Allah Ta’ala tentang kaumnya Nabi Luth ‘alaihi assalam (artinya):


وَلُوطاً إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّنَ الْعَالَمِينَ


“Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu” (Al Ankabut 28)


Begitu juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya):


“Allah melaknat siapa yang berbuat dengan perbuatannya kaum Luth”. Beliau katakan tiga kali. (Diriwayatkan Al Imam Ahmad dengan sanad shohih).


Maka wajib bagi setiap muslim untuk berhati-hati darinya dan menjauhkan diri dari setiap yang diharamkan oleh Allah Ta’ala. Bagi setiap suami hendaklah menjauhi kemungkaran ini. Bagi setiap isteri untuk menjauhkan dari dari yang

demikian dan tidak memberi kesempatan kepada suami untuk melakukan kemungkaran yang besar ini, yaitu menggaulinya dalam keadaan haidh atau nifas atau di dubur.

Kita memohon kepada Allah berupa keselamatan bagi kaum muslimin dari setiap apa yang menyelesihi syari’atNya yang suci. Sesungguhnya Dia sebaik-baiknya tempat meminta.

Sumber: Lin Nisa’ faqoth (276-278)

* * *


HUKUM TAHMIDH (ANAL SEKS) TERHADAP ISTERI

Sesungguhnya Allah Subhaanahu wa ta’ala telah menghalalkan bagi seorang suami untuk menggauli istrinya dengan sekehendaknya. Akan tetapi, Allah Subhaanahu wa ta’ala tidak menjadikan hal itu secara mutlak, diperbolehkan bagi lelaki mendatangi istri pada kemaluannya dalam keadaan ia suci dan terhindar dari haid (menstruasi) serta nifas, baik ia mendatanginya dari arah depan maupun dari arah belakang, yang penting ia tidak melewati kemaluan istrinya sampai pada duburnya, sebagaimana Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda kepada para wanita Anshar,


” صِمَامًا وَاحِدًا “


“Lubang yang satu.“[1] Maksudnya adalah kemaluan saja.


Dan beliau Shallallaahu ’alaihi wasallam juga bersabda,


” أَقْبِلْ وَ أَدْبِرْ وَ اتَّقِ الدُّبُرَ وّ الْحَيْضَةَ “


“Mengarahlah dari depan dan belakang, jauhilah dubur (lubang pantat) dan haid.“[2]Maksudnya adalah setubuhilah istrimu dari arah depan atau belakang dan jauhilah dubur serta jauhilah masa haid dari kemaluan juga. Dan beliau Shallallaahu ’alaihi wasallam juga bersabda,


” اِئْتِهَا عَلَى كُلِّ حَالٍ إِذَا كَانَ ذَلِكَ فِي الْفَرْجِ “


“Datangilah ia (istri) pada setiap keadaan, jika itu (dilakukan) pada kemaluan.“[3]


Sebagian orang-orang yang menyimpang tidak menjauhi persetubuhan dengan istri mereka dari duburnya, bukan karena tidak takut akan peringatan Rasulullah Shallallaahu ’alaihi wasallam, tetapi dikarenakan lemahnya iman dan jiwa. (Padahal) ancaman yang keras tidak akan mengecualikan mereka dari perbuatan dosa besar yang keji (tersebut).


Dari Sa’id bin Yassar, beliau berkata, “Aku pernah bertanya kepada Ibnu Umar:


” مَا تَقُولُ فِى الْجَوَارِى حِينَ أُحَمِّضُهُنَّ؟”، قَالَ : “وَمَا التَّحْمِيضُ؟” فَذَكَرْتُ الدُّبُرَ فَقَالَ : “هَلْ يَفْعَلُ ذَلِكَ أَحَدٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ؟ “


“Apa pendapatmu tentang kaum istri, apakah dilakukan tahmidh kepada mereka?” Ibnu Umar menjawab: “Apa itu tahmidh?” Kemudian, disebutkan dubur, lalu Ibnu Umar berkata:“Apakah salah seorang dari muslimin melakukan hal itu?” (Diriwayatkan oleh Al-Imam Ad-Darimi di dalam musnadnya)


Hukum Islam atas Pelaku Anal Seks


Dari Abu Hurairah Radhiallaahu ’anhu, ia berkata: telah bersabda Rasulullah Shallallaahu ’alaihi wasallam:


” مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى امْرَأَتَهُ فِى دُبُرِهَا “


“Dilaknatlah siapa saja yang mendatangi istri pada duburnya.”[4]


Dan beliau Shallallaahu ’alaihi wasallam juga bersabda,


“مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ”


“Siapa saja yang menyetubuhi isteri yang sedang haid atau istri pada duburnya, atau seorang dukun maka sungguh ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad.“[5]


Ini berlaku bagi siapa saja yang menganggap halal perkara tersebut. Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya, dari kakeknya bahwa Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda,


“الَّذِى يَأْتِى امْرَأَتَهُ فِى دُبُرِهَا هِىَ اللُّوطِيَّةُ الصُّغْرَى”


“Orang yang mendatangi istrinya pada duburnya maka ia adalah pelaku gay yang kecil.”(Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad)


Beliau Shallallaahu ’alaihi wasallam juga bersabda menyamakan hal tersebut dengan gay,


” لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى رَجُلٍ أَتَى رَجُلاً أَوِ امْرَأَةً فِى الدُّبُرِ “


“Allah tidak akan melihat kepada seorang lelaki yang mendatangi lelaki atau wanita pada duburnya.“[6]


Shahabat Umar Radhiallaahu ’anhu ditanya tentang hal itu, lalu menjawab,


“هَلْ يَفْعَلُ ذَلِكَ أَحَدٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ؟”


“Apakah salah seorang dari muslimin melakukan hal itu?”[7]


Hadits ini sanadnya shahih dan konteksnya sharih (jelas) akan pengharaman hal tersebut.


سَأَلَ رَجُلٌ عَلِيًّا رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ إتْيَانِ الْمَرأةِ فِيْ دُبُرِهَا؟، فَقَالَ : “سّفِلّتَ سَفِلَ اللَّهُ بِكَ أَمَا سَمِعْتَ اللَّهَ يَقُولُ : أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّن الْعَالَمِينَ


Ada seorang lelaki bertanya kepada Ali tentang mendatangi istri pada duburnya, lalu beliau menjawab: “Engkau rendah, semoga Allahk merendahkanmu.[8] Tidakkah engkau mendengar firman Allah Subhaanahu wa ta’ala : “(Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu , yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?” (QS. Al-A’raf [7]: 80)


Tidak ada yang melakukan perbuatan tersebut, kecuali orang yang memasuki kehidupan rumah tangga yang bersih dan suci sambil membawa (adat) jahiliah yang kotor serta kebiasan yang menyimpang dan diharamkan, atau orang yang menjadi korban dari tontonan-tontonan film yang keji.
Cukup sampai sini aja dulu deh, pegel juga tangan :D

Artikel Terkait

0 comments

Post a Comment

Cancel Reply