Monday 3 June 2013

#Rokok

Industri rokok adalah industri nomor 2 terbesar di dunia setelah Oil & Gas. Mengalahkan industri otomotif, elektronik dst. Luar biasa. Industri rokok adalah pendukung No. 1 bisnis olah raga dan hiburan dunia. Ga ada tandingannya sejagat raya. Di negara-negara seluruh dunia, industri rokok pasti tercatat sebagai 5 besar penyumbang pendapatan negara. Termasuk Indonesia. Di Indonesia, Cukai rokok tahun lalu saja sebesar 120 Triliun, tahun ini target 150 Triliun. Merupakan pajak/cukai yang terbesar dalam APBN. Cukai yang 150 Triliun itu belum termasuk multiplier effects atau manfaat domino yang ditimbulkan dari mata rantai industri rokok : hulu-hilir. Begitu besarnya skala industri rokok dan kontribusinya pada APBN serta multiplier effectsnya dalam roda perekonomian, sehingga RI sangat tergantung. Pemerintah RI sangat tergantung pada industri rokok. Oknum-oknum pejabat kita di pusat dan daerah juga "tergantung" pada industri rokok. Karena hasilkan kekayaan yang luar biasa, pengusaha rokok Indonesia selalu tempati orang terkaya No. 1 dan No. 2 di Indonesia. Hebatkan !. Berhasilnya para pengusaha rokok menjadi org terkaya No. 1 dan 2 di Indonesia, menunjukan bhw Pemerintah/Negara tdk berfungsi maksimal. 

Bayangkan saja, kenapa negara/pemerintah bisa membiarkan pengusaha rokok yang ambil keuntungan terbesar dalam industri "mematikan" ini. Pemerintah memang sudah pungut Cukai, PPN, PPh, PBB, dst. dari industri rokok. Tapi nilainya masih sangat kecil !! tidak sebanding. Kenapa pemerintah tidak bisa bertindak "keras dan adil" terhadap industri rokok? Kenapa lobi atau bargaining position industri rokok sangat kuat?. Sebagai industri raksasa, lobi pengusaha rokok sangat kuat. Mereka mudah suap para pejabat-pejabat RI yang super rakus itu. Cukai pun jadi kecil, setiap tahun besaran cukai rokok ditinjau pemerintah. Saat itulah uang suap jutaan dollar digelontorkan pabrik-pabrik rokok ke pejabat-pejabat RI. Setiap tahun pejabat-pejabat Depkeu selalu "ancam" cukai rokok akan naik 100% atau lebih dari cukai tahun sebelumnya, akibat lobi dan suap industri rokok terhadap oknum-oknum petingi depkeu (mungkin juga istana?) besaran cukai yang dikenakan terhadap rokok sangat kecil.

Contoh sebungkus rokok isi 16 batang dengan harga jual pabrik Rp. 12.000/bungkus hanya kena cukai 375/batang  jika tahun depan pemerintah hanya naikan 30% cukai, maka besar cukai tahun depan tidak lebih dari 500/ batang, artinya harga rokok pun hanya naik 1000-1500 per bungkus. Pendapatan negara tidak maks (paling hny 160-170 trliun), harga rokok pun masih murah. Bandingkan harga rokok di Malaysia yang 30.000/bungkus atau Singapore yang 80-90.000/bungkus !

Pemerintah RI tidak mungkin bisa larang industri Rokok. Negara msaih sangat tergantung pada cukai dan pajak sektor rokok. Namun pemerintah bisa kendalikan peredaran konsumsi rokok dengan instrument pajak dan cukai pada rokok. Kembali pada Ilmu atau teori ekonomi : Harga naik maka permintaan turun. Rokok adalah produk "non substitusi". apa artinya ? Kenaikan harga rokok TIDAK menurunkan permintaan rokok secara "absolut". Namun, kenaikan cukai rokok yang otomatis naikan harga jual rokok TETAP menurunkan permintaan terhadap rokok meski tidak terlalu signifikan. Artinya : jika cukai rokok dinaikan secara progresif atau bahkan secara radikal sekalipun, penerimaan negara tidak terganggu, bahkan melonjak !. Permintaan terhadap rokok hanya bisa berkurang secara signifikan jika kenaikan cukai rokok dilakukan secara SANGAT radikal, misalnya cukai rokok yang 375/batang itu langsung dinaikan 300-500% menjadi, katakanlah 1000-1500 /batang !!. Jika hal itu terjadi, maka harga jual rokok yang tadinya 12.000/bungkus (isi 16 batang) akan melonjak menjadi 20.000-30000/bungkus. 

Harga 30.000/bungkus atau setara dengan harga rokok di Malaysia itu pasti akan pengaruh permintaan rokok. Meski hanya sementara saja. Namun, dampak penerimaan cukai /pajak pada sektor rokok akibat naiknya cukai secara radikal akan luar biasa : 250-350 Triliun /tahun !!. Dengan cukai rokok 300 triliun per tahun, kalau mau bertindak bodoh, pemerintah bisa dengan mudah teruskan subsidi BBM hehehe....:D

Dengan 300 Triliun per tahun dan terus meningkat tiap tahunnya, jika pemerintah mau bangun infrastruktur, banyak sekali manfaatnya. Apalagi jika harga rokok terus dinaikan secara radikal setiap tahun sehingga samai harga rokok Singapore 80-90 ribu/bungkus. Alaaah mak oiii hancoee kali nyo (bahasa aceh).

Jika harga capai 90.000/bungkus, artinya cukai rokok senilai 2000-3000/batang. Penerimaan APBN pun lebih dari 1000 Triliun/tahun. Bayangkan, apa yang dapat dilakukan pemerintah dengan 1000 Triliun/thn itu? jalan tol, pelabuhan, sekolah, listrik, RS, dst..makmur sejahtera. Kalau pun penerimaan > 1000 Trliun/thn dari cukai rokok itu meleset karena permintaan turun, ya tetap bagus : Rakyat Lebih SEHAT hehe...

Kenapa pemerintah tidak mau naikan cukai rokok secara radikal?. Jawabannya simpel: Pemerintah tunduk dibawah kendali konglomerat-konglomerat rokok. Oknum-oknum pemerintah nikmati suap jutaan US$ dari mereka. Suap itu belum termasuk kolusi pada permainan kotor cukai rokok palsu yang rugikan negara puluhan triliun tiap tahunnya. Asyiiik hehe....pejabat gampang sekali cari duit ya, beda dengan tukang becak dayung yang harus mendayung puluhan kilometer dan hanya mendapatkan uang tidak lebih dari 50.000 Rp/hari. Tragis memang. Sekian :D

Artikel Terkait

0 comments

Post a Comment

Cancel Reply